Rabu, 7 Desember 2022 – 12:42 WIB
VIVA Lifestyle – Disabilitas perkembangan yang dialami pada sejumlah anak, dapat berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Penderita penyakit tersebut sejatinya mampu mempelajari sesuatu namun lebih lambat dibanding mereka yang sehat, sehingga para orang tua patut mengenali gejalanya sejak dini.
Dikutip dari laman CDC, disabilitas perkembangan adalah sekelompok kondisi akibat gangguan pada area fisik, kognitif, bahasa, atau perilaku. Kondisi ini dimulai selama periode perkembangan anak sejak kecil, dapat memengaruhi fungsi sehari-hari, dan biasanya berlangsung seumur hidup seseorang.
Dokter Spesialis Anak, Prof. dr. Dr. Rini Sekartini, SpA(K), mengatakan bahwa kondisi disabilitas perkembangan kerap menimpa usia anak. Paling didominasi oleh anak usia 15-17 tahun dengan kasusnya sebesar 4,2 persen. Sementara usia anak di bawahnya yakni 10-14 tahun sebesar 3,5 persen serta pada usia 5-9 tahun sebesar 2,5 persen.
“Disabiltas perkembangan itu luas, mulai dari (jenis) ringan sampai berat. Kalau ditangani sejak awal, insyaallah (perkembangannya) kembali. Yang penting deteksi dini,” tuturnya dalam acara virtual Daewoong Media Day Q4 2022, Selasa, 6 Desember 2022.
Prof Rini menegaskan bahwa memantau perkembangan anak yang paling sederhana dapat dilakukan dari fase perkembangan di buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Dari buku ini, orang tua dapat memonitor perkembangan anak sudah sesuai usia atau belum dan segera konsultasi apabila belum mencapai tahapan sesuai usianya.
Sebab, tanda-tanda keterlambatan perkembangan dapat muncul kapan saja di usia perkembangan anak-anak. Bahkan, perkembangan anak tersebut bisa dipantau sejak sebelum lahir agar mampu ditangani sedini mungkin apabila ada keterlambatan.
Sumber: www.viva.co.id