Jumat, 23 Desember 2022 – 20:44 WIB
VIVA Lifestyle – Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) masih menjadi perdebatan panas bagi para pengusaha di berbagai bidang. Bukan tanpa alasan, banyak perusahaan yang menganggap bahwa kinerja perusahaan akan menurun seiring dengan cuti enam bulan pada karyawannya pascapersalinan.
Dalam momentum Hari Ibu 2022 yang mengusung tema Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya, Peneliti Health Collaborative Center (HCC) dan pengajar Kedokteran Kerja dari FKUI Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi MKK menegaskan, perlindungan spesiifk terhadap hak kesehatan pekerja perempuan di Indonesia perlu terus dikawal terutama dengan adanya momentum positif terkait RUU Kesehatan Ibu Anak yang akan segera disahkan pemerintah.
“Melalui beberapa pemberitaan di media, sejak RUU KIA resmi digolkan DPR RI, pemilik usaha sudah mulai bereaksi karena adanya potensi beban pembiayaan tambahan terkait cuti melahirkan yang semakin panjang. Hal ini tentu saja harus dimitigasi secara ilmiah lewat komunikasi berbasis ilmiah,” ujar Ray, dalam bincang media, di Jakarta, Jumat 23 Desember 2022.
Ilustrasi hamil/ibu hamil.
Menurut Dr Ray, RUU KIA adalah angin segar bagi perlindungan hak kesehatan pekerja perempuan. Namun, UU ini memiliki banyak tantangan dalam penerapannya, terutama terkait usulan kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dan dukungan menyusui di tempat kerja.
“Cuti melahirkan 6 bulan justru merupakan investasi karena banyak penelitian termasuk penelitian kami sendiri di Departemen Kedokteran Kerja FKUI yang membuktikan bahwa cuti melahirkan 6 bulan berhubungan positif dengan produktivitas buruh perempuan yang lebih baik. Jadi ini bukan cost. Tapi memang pemilik tempat kerja harus diberikan justifikasi praktis dan berbukti klinis berdasarkan real-world-evidence,” ungkap Dr Ray yang juga merupakan Chief Editor dari The Indonesian Journal of Community and Occupational Medicine.
Ray menambahkan bahwa RUU KIA seharusnya memang diiringi dengan kajian health-ekonomi atau kesehatan-ekonomi untuk benar-benar memberikan tujuan yang tepat. Sebab, tak sedikit perusahaan yang justru merasa dirugikan dengan kebijakan ini karena menganggap dapat mengambil banyak pengeluaran tanpa efektivitas kerja yang nyata. Faktanya, negara-negara lain sudah menganut cuti melahirkan 6 bulan untuk memberi ASI Eksklusif sehingga manfaatnya terasa pada anak serta ibu itu sendiri.
Sumber: www.viva.co.id